Pengangguran di Cilegon Naik Terus, Wawalkot: Ijazah Warga Rata-rata SMP

22

Cilegon,- Medianews.co.id,- Angka pengangguran di Kota Cilegon 3 tahun berturut-turut sejak 2018 terus mengalami peningkatan menurut data Badan Pusat Statistik (BPS). Pada 2018, angka pengangguran tercatat 9,33%, 2019 sebesar 9,68%, dan 2020 menjadi 12,69%.

Kota Cilegon merupakan kota industri padat modal yang jumlah penduduknya sekitar 400 ribuan. Mayoritas warga Cilegon disebut menempuh pendidikan hanya sampai SMP.

“Pengangguran di Cilegon ini tertinggi kedua di Banten, industri di Cilegon padat modal dan mereka memerlukan skill yang tinggi, kita masih punya tantangan karena warga Cilegon rata-rata ijazahnya SMP,” kata Wakil Wali Kota (Wawalkot) Cilegon, Sanuji Pentamarta, dalam pemaparan di hadapan Wakil Gubernur Lemhannas RI, Marsekal Madya Wieko Sofyan, Selasa (6/4/2021).

Industri padat modal yang beroperasi si Cilegon, lanjut Sanuji, membutuhkan skill yang tinggi. Berbeda dengan industri padat karya yang mampu menyerap banyak tenaga kerja.

“Sementara industri ini padat modal, skill tinggi, mahasiswa-mahasiswa terbaik dari seluruh Indonesia datang ke sini, masyarakat Cilegon-nya ini semacam harus berjuang dalam persaingannya,” ujarnya.

Untuk mengatasi masalah tersebut, pemerintah akan menyediakan beasiswa full sarjana bagi warga Cilegon. Menurutnya, program pada kepemimpinannya bersama Wali Kota Helldy Agustian tersebut agar bisa mengurangi ketertinggalan rata-rata pendidikan warga Cilegon.

Baca juga  Sosialisasi Pencegahan Korupsi, Pokmas Diminta Gunakan Dana Program Salira Cilegon Sesuai Aturan  

“Kita punya program untuk pendidikan 12 tahun, karena warga Cilegon baru 9,7 tahun rata-rata pendidikannya sekarang, kita programkan pendidikan 12 tahun, termasuk kita programkan 5 ribu beasiswa S1 full sarjana untuk anak-anak Cilegon,” kata dia.

Sementara itu, Ketua DPRD Cilegon Isro Mi’raj menyebut rata-rata pendidikan 9,7 tahun itu akibat para orang tua di Cilegon memfokuskan anak-anaknya belajar di pesantren, sehingga sekolah formal ditinggalkan.

“Secara historis, orang tua dulu berpikir anak-anaknya untuk belajar ke pesantren. Mereka berharap lulus dari pesantren jadi ustaz,” kata dia.

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini